Rabu, 02 Desember 2015

Berani Untuk Mengakui Tidak Mampu, Lebih Mulia dari Pada Korupsi


Penulis : Waliyono, S.Sos
Mantan Jurnalis Televisi dan Pengamat Sosial

Kemarin Rabu (2/12/2015) kita digemparkan berita tentang mundurnya salah seorang pejabat di Direktorat Jenderal (Derjen) Pajak yaitu Sigit Priadi Pramudito sebagai Direktur, karena “realisasi penerimaan pajak jauh dari target” ungkap Menteri Kuangan Bambang PS Brodjonegoro melalui layanan pesan singkat (SMS) diterima Kompas (terbitan 2 Desember 2015).

Hal ini menunjukkan bahwa, Sigit Priadi Pramudito mengakui berani tidak mampu menjalankan roda kepemimpinan di perpajakan di negara ini, dengan target yang hanya mendapatkan 64,75 persen sebesar Rp806 triliun pada 27 Nopember 2015 yang lalu. Sedangkan target penerimaan pajak tahun 2015 ini di luar pajak minyak dan gas sebesar Rp1.244 triliun. Maka realisasi target kurang sebesar Rp438,72 triliun.

Maka dengan keberaniannya Sigit mengajukan penguduran dirinya. Karena dirinya menjadi dirjen pajak bukan karena ditugaskan, melainkan melamar melalui lelang terbuka jabatan. Oleh sebab itu, penguduran diri merupakan bentuk tanggungjawab saat target tidak tercapai.

Dari pernyataan Sigit, kita bisa mengutip bahwa dirinya harus bisa mengakui dan menerima apa yang menjadi keputusan dirinya, sehingga Sigit harus legowo (menerima). Namun hal ini menjadi menarik bagi penulis bahwa keberaniannya merupakan pelopor bagi para pejabat untuk bisa mengakui bila tidak mampu harus turun atau keluar.

Bukan karena terpaksa untuk mengundurkan diri, seperti yang terjadi pada penguduran dirinya beberapa pejabat di Indonesia  seperti Presiden ke 2 Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 masa jabatannya berakhir setelah menyusul terjadinya kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang terlama yang menjabat sebagai presiden Indonesia sehingga digantikan oleh B.J. Habibie sebagai Presiden ke-3.

Sedangkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Presiden ke-4 pada tanggal 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri sebagai presiden ke-5 setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Hal ini adalah sebagai contoh aja, bahwa kepemimpinan tidak akan abadi, sehingga keputusan Sigit adalah keputusan yang baik bagi dirinya juga bagi bangsa ini.

Bahkan penulis mengambil makna atas keputusan yang diambil Sigit adalah bahwa keberanian dalam mengambil keputusan adalah peluang yang baik, bukan karena menutupi kekurangan yang dimiliki. Seperti beberapa anggota politisi yang bertahan tidak mengakui dalam  pemeriksaan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menerima dana bansos Propinsi Sumatera Utara, sehingga harus dijebolkan ke hotel prodeo (tahanan) KPK. Sedangkan yang mengembalikan uang dana bansos, dijadikan saksi dalam pemeriksaan peyidikan KPK.

Maka atas kasus diatas, penulis juga menilai bahwa masih ada peluang bagi yang berniat korupsi, untuk merubah niatnya mengkeruk kekayaan bangsa ini. sebab berapapun kekayaan yang dihasilkan dari korupsi tidak akan bisa menolong diri mu dan keluarga mu, seperti di kutipan surat QS. Al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 188].

Di atas telah dijelaskan bahwasannya semua yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah harta benda. Pada hakikatnya, manusia dikaruniai oleh Allah ta’ala harta benda adalah sebagai titipan dan amanah yang harus dipergunakan sebagaimana mestinya.

Penulis mensimpulkan bahwa lebih berharga berani mengakui tidak mampu dari pada mengambil hak orang lain dengan cara mencuri atau korupsi, sehinga memberikan kerugian bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

Maka mulailah berani membuat keputusan untuk tidak mampu melaksanakan tugas dari pada korupsi?  Apakah anda berani? Beranilah memberikan keputusan?

Tidak ada komentar: